KONSEKUENSI MENOLERANSI AJARAN SESAT
“Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya. Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas tempat tidur, dan mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesusahan besar, jikalau mereka tidak bertobat…”
(Wahyu 2:21–23)
Di dunia sekarang, banyak orang berpikir bahwa akibat dosa bisa “diatasi” dengan cepat, seolah-olah tidak ada konsekuensi serius. Misalnya, seseorang menipu di pekerjaan, ketahuan, lalu berkata, “Ya sudah minta maaf saja, selesai.” Atau orang yang hidup dalam dosa seksual berpikir, “Tuhan kan penuh kasih, Dia pasti ampuni.” Padahal, kebenaran Alkitab menunjukkan bahwa dosa yang terus dibiarkan, apalagi diajarkan sebagai sesuatu yang benar, mendatangkan konsekuensi yang berat. Jemaat Tiatira menjadi contoh nyata: mereka tidak hanya tergoda dosa, tetapi juga membiarkan ajaran sesat berakar. Karena itu, Yesus menyampaikan teguran keras tentang akibatnya.
Yesus berkata: “Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau.” Kalimat ini menyingkapkan kesabaran Allah. Tuhan tidak langsung menghakimi Izebel dan para pengikutnya, Ia memberi kesempatan bertobat. Tetapi kesabaran Tuhan tidak boleh disalahgunakan. Ketika orang menolak kesempatan itu, yang tersisa hanyalah hukuman. Lalu Yesus menubuatkan tiga konsekuensi:
- Izebel sendiri dihukum: “Aku akan melemparkan dia ke atas tempat tidur.” Kata “tempat tidur” (klinē) biasanya berarti tempat berbaring, bisa dipahami sebagai sakit keras, atau simbol kehinaan. Artinya, yang tadinya ia pakai untuk kesenangan dosa, justru akan jadi alat penghukuman.
- Pengikutnya turut terkena akibat: “mereka yang berbuat zinah dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesusahan besar.” Ini menunjukkan bahwa pengajaran sesat tidak hanya menyesatkan pengajar, tetapi juga menghancurkan banyak orang. Dosa itu menular.
- Anak-anaknya dibunuh: bisa dimengerti sebagai murid-murid rohaninya, yaitu orang yang mengikuti ajarannya. Akibatnya bukan sekadar masalah pribadi, tetapi generasi berikutnya pun ikut rusak.
Yesus menutup dengan tujuan: “maka semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati, dan Aku akan membalas kepada kamu masing-masing menurut perbuatanmu.” Artinya, penghukuman itu bukan sekadar balas dendam, tetapi tanda bahwa Kristus serius menjaga kemurnian gereja-Nya. Kalau Yesus begitu serius memperingatkan jemaat Tiatira, maka kita juga harus menanggapi dosa dan ajaran sesat dengan serius. Pertanyaannya: apakah kita masih menganggap dosa itu kecil, ataukah kita sadar bahwa kompromi bisa mendatangkan konsekuensi berat? Jika kita sadar bahwa kompromi dapat mendatangkan konsekuensi berat, maka: jangan menyalahgunakan kesabaran Tuhan, kemudian kita perlu menyadari bahwa dosa itu menular. Tidak ada dosa yang hanya merusak diri sendiri. Keluarga, jemaat, bahkan generasi bisa terkena akibatnya. Karena itu, jangan remehkan dosa pribadi, dan Ingat bahwa Tuhan melihat hati.
Doa: “Ya Tuhan, jangan biarkan aku menyalahgunakan kesabaran-Mu. Tolong aku segera bertobat dari setiap dosa yang masih aku toleransi. Ajari aku untuk hidup kudus, setia hanya kepada-Mu. Amin.” (mpn)
Bacaan Alkitab
Ayub 1-3
