?Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. ?Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9)
Bacaan Alkitab
Bilangan 4-5
Lukas 19
Mazmur 62
Amsal 10:26
Sekali waktu seorang rekan memberikan masukan terkait pelayanan di sebuah konteks – khususnya terkait dengan urusan makan. Makan bukan sekedar kebutuhan perut – makan karena lapar, makan karena “pingin”. Urusan makan mengusung nilai filosofi yang melatar belakangi. Saya rasa kita paham, misalkan, mengapa ada nasi tumpeng, mengapa harus ada mie goreng di acara ulang tahun, mengapa ada bubur merah, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, ternyata makan juga membawa nilai tertentu. Salah satu yang menarik, makan memiliki nilai kepercayaan; artinya tatkala kita mengajak atau diajak makan oleh seseorang, maka sangat besar kemungkinan faktor kepercayaan itu memegang peranan. Dengan kepercayaan, kita mulai membiarkan diri pembicaraan mengalir dan ada bagian dalam hidup kita mulai diketahui orang lain. Sebaliknya, kitapun mulai memahami seseorang mulai dari cara respon, cara berpikir dan lain sebagainya. Bila kita memperhatikan ayat 10, tatkala Yesus makan di rumah Matius – apakah memang karena Yesus “minta” makan di rumah sang pemungut cukai itu? Atau, Matius-lah yang mengundang Yesus untuk makan di rumahnya? Sangat besar kemungkinan ke-2 itulah yang terjadi. Namun pertanyaan yang harus kita renungkan adalah mengapa Yesus memenuhi undangan makan itu? Apakah Yesus melihatnya sebagai sebuah undangan karena respon baik Matius yang diajak untuk mengikut DIA? Atau, Yesus menganggap sebagai langkah lebih jauh untuk memasuki proses kepercayaan dalam relasi mereka? Atau, sebagai sebuah kesempatan untuk masuk dalam komunita kaum marginal yang terbuangkan karena status sosial mereka di tengah masyarakat? Atau, masih banyak lagi alternatif jawaban yang dapat kita bangun dari dalamnya.
DOA: Tuhan tolong kami untuk menggunakan berbagai kesempatan dalam membangun relasi dan menggunakannya untuk menyatakan kasih dan kebaikan-Mu bagi mereka yang termaginalkan dalam kehidupan ini. Amin. -JP