Hai anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. ?Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-mu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6)
Bacaan Alkitab
1 Raja-Raja 3-4
2 Korintus 9
Mazmur 141
Amsal 16:26-27
Mari kita mulai perenungan hari ini dari kata bapa-bapa. Berdasarkan teks Alkitab mengarahkan kita bahwa tanggung jawab mendidik dan yang sekaligus membangkitkan amarah anak adalah bapa-bapa. Di manakah peranan ibu-ibu? Pastinya dan realita selalu ada peranan para ibu. Beberapa terjemahan versi lain menggunakan istilah orangtua, sekalipun dalam teks Yunani memang menggunakan kata ?????? (pat?r) yang artinya bapa- bapa; namun cukup beralasan bila menimbang konsistenitas dengan memperhatikan ayat 1 dan 2 yang menggunakan kata orangtua dan ayah dan ibu.
Untuk memahami kata membangkitkan amarah anak, mari kita baca apa yang menjadi komentar Pdt. Bob Utley, sebagai berikut:
Sebagai seorang pendeta lokal di dekat sebuah sekolah negeri yang besar, saya memperhatikan bahwa banyak orang muda yang paling liar justru datang dari keluarga Kristen konservatif yang tidak memungkinkan mereka untuk mempunyai pilihan atau kebebasan pribadi. Kebebasan adalah pengalaman yang memabukkan dan harus diperkenalkan dalam tahapan tanggung jawab. Anak Kristen harus mengembangkan kehidupan berdasarkan keyakinan pribadi dan iman, bukan pedoman tangan kedua dari orangtua. Ayah Kristen harus memahami peran penatalayanan mereka dalam kehidupan anak mereka. Ayah jangan mengajarkan preferensi pribadi, melainkan kebenaran rohani. Tujuannya bukan otoritas orangtua, tapi pada meneruskan otoritas Allah kepada anak. Kesenjangan generasi akan selalu ada, tetapi jangan pernah ada kesenjangan otoritas ilahi. Anak tidak harus mencerminkan kebiasaan, pilihan, atau gaya hidup orang tua untuk dapat menyenangkan Tuhan. Kita harus ber-hati dari keinginan untuk membentuk anak kita ke pemahaman budaya kita atau mencerminkan preferensi pribadi kita.
Secara sederhana kita dapat simpulkan bahwa seorang ayah bukanlah otoritas tertinggi (Allah-lah pemegang otoritas) tetapi penatalayan Kristen bagi keluarga mereka. Sebagaimana merupakan tanggung jawab suami untuk terus membantu istrinya bertumbuh menjadi dewasa dan berkarunia rohani, ia juga harus membantu anak-anaknya mencapai kedewasaan dan karunia rohani penuh mereka.
Pelatihan orangtua mengakui pentingnya menyampaikan iman pribadi dan kebenaran Alkitab akan Allah, bukannya preferensi pribadi, atau pendapat budaya orang tua, ke generasi berikutnya. Hal ini (didiklah) dikemas dalam “disiplin dan pengajaran Tuhan” atau “dalam ajaran dan nasihat Tuhan” atau “disiplin dan pengajaran Kristen ” atau “mengkoreksi mereka dan me1mbimbing mereka sebagaimana dilakukan Tuhan” atau “dalam koreksi, peringatan dan nasihat” ? di mana mendidik anak dalam iman merupakan penekanan utamanya.
DOA: Ampuni jika selama ini kami berangkat dari sikap berotoritas dalam mendidik anak kami. Ingatkan kami ya TUHAN bahwa kami adalah penatalayan otoritas-Mu di dalam keluarga kami. -JP