1Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. 2Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. 3Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, — yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan —, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. 4Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu. (Kejadian 16:1-4)
Bacaan Alkitab
Ester 6-10
Di dalam mendampingi orang yang mengalami kedukaan, apalagi yang meninggal itu adalah orang yang berperan penting, orang yang sangat dikasihi, sering keluarga itu kebingungan. Apalagi kalau meninggalnya juga mendadak. Kalau ditanya, bagamana acara kedukaan, peti jenazah serta keperluan lainnya gimana? Sering jawaban mereka: terserah.
Hal ini mengingatkan kita bagaimana sebagai manusia, hidup sangat rentan, sehingga Rasul Paulus memakai istilah: Tanah liat. Ya, kalau jatuh, jikalau tidak retak, hancur, pecah berkeping-keping. Kehidupan yang rentan terhadap godaan dialami Abraham yang menjadi teladan di dalam Kitab Ibrani yang kita kutib sebelumnya dan diceritakan di nats di atas.
Di tengah penantiannya akan janji Allah tentang anak dengan usia yang sudah uzur, ada tawaran yang sepertinya ide yang pas untuk permasalahan mereka: Tidak memiliki anak. Menikah dengan Hagar, hamba mereka! Itu pertanda bahwa mereka tidak sabar menanti janji itu serta mulai ragu akan Allah itu juga. Berapa kali Allah berjanji kepada Abraham dan Sarai tentang keturunan mereka? Banyak! Mulai Kejadian 12 dan seterusnya yang mencakup cerita tentang Abraham yang nota bene Bapa Orang Beriman? Dia lemah dalam kesabaran, tetapi Allah tidak, Ia akan menggenapi janji-Nya tanpa lewat setitikpun
Bagaimana dengan anda dalam menantikan janji Allah dalam keadaan yang sangat buruk? Sedikit cerita, ketika suatu saat, sedang padat persiapan pelayanan, saya tiba-tiba berteriak: Mana kaca mata saya? Lalu seperti gelapan, kebingungan. Isteri dengan ketawa: Kaca mata di atas kepala bos! Wah… betapa malunya daku. Salah bertindak dan bertanya. Kita harus menyadari betapa rentannya kita, yang semestinya membawa kita lebih dekat kepada Allah dalam doa. Tanah liat ditangan Allah bisa menjadi bejana yang berguna untuk memuliakan nama-Nya, bukan? (fd)