⁴Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yohanes 1) ⁶yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, ⁷melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2)
Bagaimana mungkin Allah menjadi manusia? Acapkali pertanyaan ini disampaikan untuk menjadi alasan ketidak-percayaan (penolakan) terhadap berita Injil. Bukankah pernyataan senada juga sudah dikumandangkan oleh ahli Taurat dan Farisi yang menolak “Anak Manusia yang adalah Allah sendiri”. Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh para utusan lintas budaya (misionaris) di tengah masyarakat yang memiliki kepercayaan kepada sesembahan mereka – yang mempercayai bahwa dewa bisa menjelma menjadi apapun yang diinginkannya, maka seharusnya tidak menjadi sulit (dalam modus yang sama) untuk memahami & percaya bahwa Allah menjadi manusia. Inkarnasi menjadi salah satu titik penting dalam kekristenan, sekalipun kita lebih mudah memahami sebagai langkah Allah yang menyatakan diri secara khusus – Special Revelation – kepada manusia di dalam Yesus Kristus. Setidaknya, dalam 2 bacaan di atas (Yohanes 1:14 & Filipi 2:6-7) kita melihat Inkarnasi yang luar biasa – dari Allah menjadi manusia, Pencipta yang mengambil rupa seperti ciptaan-Nya, dan menempatkan diri-Nya sebagai hamba; yang tidak terbatas berikarnasi menjadi yang terbatas. Dan masih banyak lagi ungkapan yang dapat diberikan untuk mengomentari Inkarnasi Allah ini. Itulah yang dilakukan Allah untuk mewujudkan kasih-Nya yang begitu besar kepada dunia ini sehingga IA meng-inkarnasi-kan diri-Nya menjadi sama dengan kita dan diam di antara kita agar kita melihat dan mengalami kemuliaan-Nya. -JP