Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” Jawabnya: “Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya.” Kata Yesus kepadanya: “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” Katanya: “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya. (Yohanes 9:35-38)
Bacaan Alkitab
Yosua 21-22
Kisah Para Rasul 20
Mazmur 105
Amsal 13:15-16
Konsep sebab-akibat atau tabur-tuai begitu kuat melekat dalam kehidupan masyarakat, termasuk masyarakat pada zaman Yesus. Hal itu nampak dari pertanyaan murid-murid ketika melihat ada orang yang buta sejak lahir. Mereka memiliki pemahaman bahwa penderitaan atau sakit yang dialami seseorang diakibatkan oleh dosa (baik dosa orang itu sendiri atau pun dosa orang tuanya). Menjawab pertanyaan tersebut, Yesus menegaskan bahwa: kebutaan yang dialami bukan karena dosanya atau dosa orang tuanya, melainkan diizinkan Tuhan terjadi karena ada maksud dan rencana Allah, yaitu agar pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan didalam kehidupannya.
Pandangan negatif tersebut tentu saja semakin menambah kesedihan dan penderitaan orang buta itu. Ia dianggap sebagai masyarakat kelas bawah dan diremehkan. Ia hidup sehari-hari dengan mengemis, mengharap belas kasih dari orang lain. Itu berarti keluarganya tidak terlalu memerhatikannya. Sekalipun masyarakat, bahkan keluarga membuangnya, akan tetapi Allah tidak pernah meninggalkan. Allah hadir dalam pribadi Yesus, tidak hanya memerhatikan, tetapi juga mau mencelikkan mata orang yang buta itu. Betapa senang dan bahagianya orang yang buta sejak lahir itu ketika bisa melihat. Sebab selama ini, mungkin ia berpikir bahwa dunia ini penuh kegelapan. Ia merasa tidak akan pernah dapat melihat dunia. Akan tetapi hari itu, Yesus membuat hidupnya menjadi berbeda.
Perlu diketahui bahwa, kebahagiaan orang buta yang dicelikkan itu bukan terletak pada mujizat yang baru dialaminya, melainkan pada perjumpaan dan pengenalannya akan Kristus. Mujizat merupakan sarana yang kadang Tuhan pakai untuk menyatakan diri-Nya. Tujuannya: supaya kita mengenal dan percaya kepada-Nya. Kita dapat melihat pengakuan yang mendalam dari seorang yang dulu dikenal buta dan mengemis itu berkata: “aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.
Refleksi: pengalaman hidup apa yang membuat saya dan Anda bisa berkata: aku percaya Tuhan! Lalu saya dan Anda sujud menyembah-Nya? (SP)