Lukas 15
25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari- tarian. 26Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Bacaan Alkitab
1 Tawarik 2-3
1 Tesalonika 4
Kidung-Kidung 8
Amsal 18:16-18
Renungan
Si bungsu memiliki seorang bapa yang luar biasa, seorang bapa yang bersedia memaafkan dan menerimanya. Sayangnya, sikap seperti itu tidak muncul dari saudara tua-nya. Sang kakak nampaknya berespon sebaliknya, ayat 28 menerangkan bahwa ia marah. Pertanyaan yang bisa kita ajukan, apakah ia marah kepada adik bungsu-nya yang telah kembali menghabiskan harta kekayaan bapa-nya? Atau, dia marah kepada bapa-nya karena memiliki sikap yang dianggapnya tidak masuk akal – seharusnya marah, seharusnya mengusir adiknya.
Di balik kemarahan sang kakak, nampaknya ada beberapa hal yang melatar belakangi. Misalnya:
? Ia merasa bapanya tidak adil, karena ia telah ber-tahun2 telah melayani
(bekerja) untuk bapanya namun belum pernah menikmati sedap & enaknya
anak kambing panggang bersama teman2-nya.
? Bahkan, ia selalu taat dan tidak pernah melanggar perintah bapanya namun
tidak pernah dipestakan oleh sang bapa
? Pembandingan2 ini melahirkan sikap iri hati dan menimbulkan kebencian.
Bukan sang bapa yang mem-banding2-kan kedua putranya lalu melahirkan sikap yang berbeda. Justru si sulung inilah yang membandingkan dirinya dengan adiknya khususnya terkait tindakan ayahnya kepada mereka berdua.
? Dari hasil membandingkan inilah kita jadi tahu bahwa si sulung juga sangat mungkin memiliki definisi relasi (kasih) itu berbasis materi/ harta, seperti adiknya (baca kembali renungan Minggu)
Kemarahan karena iri hati dan melahirkan kebencian akan menjadi penyakit dalam sebuah relasi. Dan ketika kebencian telah merasuk terlalu dalam maka selalu menggerogoti relasi itu sendiri. Segala sesuatu yang terkait dengan orang yang kita benci akan selalu salah dan tidak pernah benar di mata kita. Orang itu berbuat baik, tetap jahat di mata kita. Orang itu berbagi, kita curiga. Orang itu mau menjabat tangan, kita mengira dia akan menusuk. Dan masih banyak lagi buah2 kebencian yang telah meracuni pikiran kita. Bila kita pelihara iri hati dan kebencian itu maka kita akan kehilangan relasi seumur hidup kita, bahkan sikap dan tindakan kita akan melebihi si anak sulung yang tidak bisa menerima kehadiran adiknya. Yakinlah.
-JP