Mazmur 119 :97- 104
??Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. ??Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. ??Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. ¹??Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. ¹?¹Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. ¹?²Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku. ¹?³Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku. ¹??Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta.
Renungan
“Kalau Cinta sudah melekat, tahi kucing rasa Coklat.” Mungkin sebagian kita pernah mendengar sebuah syair dalam lagu yang dinyanyikan oleh Gombloh yang dirilis di tahun 1983. Mungkin saja tanggapan kita bisa beragam terhadap “statement ” tersebut; seperti itulah keragaman yang muncul bila kita mencoba search di dunia media yang amat terbuka. Ada yang menganggap absurd, ada yang mempersilahkan mencicipi tahir kucing apakah memang berasal coklat tatkala cinta menerpa, ada yang menanggapi sebagai hal yang wajar bila itu hanyalah sebagai sebuah ungkapan untuk menggambarkan sesuatu, bahkan ada yang membenarkan dari sisi dampak psikologis tatkala seseorang dirasuk cinta maka hal yang absurd-pun seakan bisa diterima.
Tentu saja perenungan kita hari ini tidak bermaksud membandingkan Firman TUHAN itu dengan “Tahi Kucing” yang akan terasa “enak, nikmat dan lezat” kalau ada CINTA di dalam diri kita. Namun mari kita merenungkan sebuah SIKAP yang menentukan atau yang memberi dampak terhadap cara berpikir, bertutur kata, tindak tanduk bahkan sampai pada character building kita. Mungkin kita berespon: “Masak sih?”
Tidak sedikit pendapat yang mengatakan bahwa CINTA menjadi motivasi & dorongan terkuat agar seseorang melakukan sesuatu; kecintaan kepada seseorang, kepada agama, kepada bangsa & negara, kepada TUHAN dan lainnya membuat seseorang rela memberikan dan melakukan segalanya. Pendapat lain mengatakan bahwa CINTA menjadi dasar yang menyanggupkan seseorang menerima beban sebesar apapun. Kita rasa sudah tidak asing lagi pemahaman² seperti ini, khususnya yang terbuang dalam Yohanes 3:16 – Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Pertanyaan yang perlu kita ajukan kepada diri sendiri adalah, apakah SIKAP dan RASA CINTA kita kepada Firman-Nya sudah ada dan bertumbuh di dalam diri kita, sehingga memberi pengaruh/ dampak untuk rindu merenungkannya setiap hari? Atau, sesungguhnya SIKAP seperti apa yang kita miliki terhadap Firman TUHAN itu? Apatis? Skeptis? Pragmatis? Atau . . . ?
DOA: Tanpa kami sadari sesungguhnya kami bersikap yang membingungkan. Satu sisi kami berani meng-klaim sebagai orang² percaya yang sungguh² mengasihi-Mu, namun kami tidak memiliki waktu untuk berdialog dengan-Mu melalui DOA & Firman-Mu. Tolonglah kami. Amin.
*Bacaan Alkitab *
Ayub 34-36
Wahyu 8
Amsal 22:17-19